Showing posts with label Adab. Show all posts
Showing posts with label Adab. Show all posts
Wednesday, October 15, 2008 - , 0 comments

Berkat Sebuah Kesabaran

Ada seorang pemuda yang bertakwa, tetapi dia sangat lugu. Suatu kali dia belajar pada seorang syaikh. Setelah lama menuntut ilmu, sang syaikh menasihati dia dan teman - temannya : "Kalian tidak boleh menjadi beban orang lain. Sesungguhnya, seorang alim yang menadahkan tangannya kepada orang-orang berharta, tak ada kebaikan dalam diri-nya. Pergilah kalian semua dan bekerjalah dengan pekerjaan ayah kalian masing- masing. Sertakanlah selalu ketakwaan kepada Allah dalam menjalankan pekerjaan tersebut."

Maka pergilah pemuda tadi menemui ibunya seraya ber-tanya: "Ibu, apakah pekerjaan yang dulu dikerjakan ayahku?" Sambil bergetar ibunya menjawab: "Ayahmu sudah meninggal. Apa urusanmu dengan pekerjaan ayah-mu?" Si pemuda ini terus memaksa agar diberitahu, tetapi si ibu selalu mengelak. Namun akhirnya si ibu terpaksa angkat bicara juga, dengan nada jengkel dia berkata: "Ayahmu itu dulu seorang pencuri?"!

Pemuda itu berkata: "Guruku memerintahkan kami -murid-muridnya- untuk bekerja seperti pekerjaan ayahnya dan dengan ketakwaan kepada Allah dalam menjalankan pekerjaan tersebut."

Ibunya menyela: "Hai, apakah dalam pekerjaan mencuri itu ada ketakwaan?" Kemudian anaknya yang begitu polos menjawab: "Ya, begitu kata guruku." Lalu dia pergi bertanya kepada orang-orang dan belajar bagaimana para pencuri itu melakukan aksinya. Sekarang dia mengetahui teknik mencuri. Inilah saatnya beraksi. Dia menyiapkan alat-alat mencuri, kemudian shalat Isya' dan menunggu sampai semua orang tidur. Sekarang dia keluar rumah untuk menjalankan profesi ayahnya, seperti perintah sang guru (syaikh). Dimulailah dengan rumah tetangganya. Saat hendak masuk ke dalam rumah dia ingat pesan syaikhnya agar selalu bertakwa. Padahal mengganggu tetangga tidaklah termasuk takwa. Akhirnya, rumah tetangga itu ditingalkannya. Ia lalu melewati rumah lain, dia berbisik pada dirinya: "Ini rumah anak yatim, dan Allah memperi-ngatkan agar kita tidak memakan harta anak yatim". Dia terus berjalan dan akhirnya tiba di rumah seorang pedagang kaya yang tidak ada penjaganya. Orang-orang sudah tahu bahwa pedagang ini memiliki harta yang melebihi kebutuhannya. "Ha, di sini", gumamnya. Pemuda tadi memulai aksinya. Dia berusaha membuka pintu dengan kunci-kunci yang disiapkannya. Setelah berhasil masuk, rumah itu ternyata besar dan banyak kamarnya. Dia berke-liling di dalam rumah, sampai menemukan tempat penyim-panan harta. Dia membuka sebuah kotak, didapatinya emas, perak dan uang tunai dalam jumlah yang banyak. Dia tergoda untuk mengambilnya. Lalu dia berkata: "Eh, jangan, syaikhku berpesan agar aku selalu bertakwa. Barangkali pedagang ini belum mengeluarkan zakat hartanya. Kalau begitu, sebaiknya aku keluarkan zakatnya terlebih dahulu."

Dia mengambil buku-buku catatan di situ dan menghidupkan lentera kecil yang dibawanya. Sambil membuka lembaran buku-buku itu dia menghitung. Dia memang pandai berhitung dan berpengalaman dalam pembukuan. Dia hitung semua harta yang ada dan memperkirakan berapa zakatnya. Kemudia dia pisahkan harta yang akan dizakatkan. Dia masih terus menghitung dan menghabis-kan waktu berjam-jam. Saat menoleh, dia lihat fajar telah menyingsing. Dia berbicara sendiri: "Ingat takwa kepada Allah! Kau harus melaksanakan shalat dulu!" Kemudian dia keluar menuju ruang tengah rumah, lalu berwudhu di bak air untuk selanjutnya melakukan shalat sunnah. Tiba-tiba tuan rumah itu terbangun. Dilihatnya dengan penuh keheranan, ada lentera kecil yang menyala. Dia lihat pula kotak hartanya dalam keadaan terbuka dan ada orang sedang melakukan shalat. Isterinya bertanya: "Apa ini?" Dijawab suaminya: "Demi Allah, aku juga tidak tahu." Lalu dia menghampiri pencuri itu: "Kurang ajar, siapa kau dan ada apa ini?" Si pencuri berkata: "Shalat dulu, baru bicara. Ayo pergilah berwudhu' lalu shalat bersama. Tuan rumah-lah yang berhak jadi imam".

Karena khawatir pencuri itu membawa senjata si tuan rumah menuruti kehendaknya. Tetapi -wallahu a'lam- bagaimana dia bisa shalat. Selesai shalat dia bertanya: "Sekarang, coba ceritakan, siapa kau dan apa urusanmu?" Dia menjawab: "Saya ini pencuri". "Lalu apa yang kau per-buat dengan buku-buku catatanku itu?", tanya tuan rumah lagi. Si pencuri menjawab: "Aku menghitung zakat yang belum kau keluarkan selama enam tahun. Sekarang aku sudah menghitungnya dan juga sudah aku pisahkan agar kau dapat memberikannya pada orang yang berhak", Hampir saja tuan rumah itu dibuat gila karena terlalu ke-heranan. Lalu dia berkata: "Hai, ada apa denganmu sebe-narnya. Apa kau ini gila?" Mulailah si pencuri itu bercerita dari awal. Dan setelah tuan rumah itu mendengar ceritanya dan mengetahui ketepatan serta kepandaiannya dalam menghitung, juga kejujuran kata-katanya, juga mengetahui manfaat zakat, dia pergi menemui isterinya. Mereka berdua dikaruniai seorang puteri. Setelah keduanya berbicara, tuan rumah itu kembali menemui si pencuri, kemudian berkata: "Bagaimana sekiranya kalau kau aku nikahkan dengan puteriku. Aku akan angkat engkau menjadi sekre-taris dan juru hitungku. Kau boleh tinggal bersama ibumu di rumah ini. Kau kujadikan mitra bisnisku." Ia menjawab: "Aku setuju." Di pagi hari itu pula sang tuan rumah memanggil para saksi untuk acara a kad nikah puterinya.

 

- 0 comments

Adab menguap


1. Menahan menguap sekadar termampu:* Diriwayatkan oleh Al-Bukhari daripada Abu Hurairah r. a., daripada Nabi Muhammad s. a. w., bahwasanya baginda bersabda yang bermaksud: Sesungguhnya Allah Ta'ala suka orang yang bersin, dan membenci orang yang menguap. Maka apabila seseorang kamu bersin, lalu dia mengucapkan 'Alhamdulillaah', maka adalah hak atas setiap Muslim yang mendengarnya pula mengucapkan 'Yarhamukallaah!'. Adapun menguap itu adalah daripada syaitan. Maka apabila seseorang kamu menguap, hendaklah dia menahannya sekadar termampu. Sebab sesungguhnya apabila seseorang kamu menguap, syaitan akan mentertawakannya.

2. Meletakkan tangan di atas mulut untuk menahan menguap:* Diriwayatkan oleh Muslim daripada Abu Said Al-Khudri r. a., katanya : Telah bersabda Rasulullah s. a. w. yang bermaksud: Apabila seseorang kamu menguap, hendaklah dia meletakkan tangannya pada mulutnya, kerana sesungguhnya syaitan itu akan masuk (melalui mulut yang terbuka). Kebanyakan ulama menghukumkan sunnat meletakkan tangan di mulut ketika menguap, sama ada di dalam sembahyang ataupun di luarnya.

3. Makruh mengangkat suara ketika menguap:* Diriwayatkan oleh Muslim, Ahmad dan At-Termizi daripada nabi Muhammad s. a. w. katanya yang bermaksud: Sesungguhnya Allah suka kepada orang-orang yang bersin, dan membenci orang-orang yang menguap. Maka apabila seseorang kamu menguap, jangan sampai berbunyi haaa haaa, kerana yang demikian itu daripada syaitan yang mentertawakanmu. Ibnu As-Sunni telah meriwayatkan pula daripada Abdullah bin Az-Zubair r. a., katanya: Telah bersabda Rasullah s. aw. yang bermaksud: Sesungguhnya Allah azzawajalla membenci mengangkat suara ketika menguap dan bersin. Ada diriwayatkan iaitu apabila seseorang itu dapat menahan menguap, lalu dia berkhayal dalam ingatannya, bahawasanya Nabi alaihis-salam tidak pernah menguap sama sekali, niscaya akan hilang perasaan hendak menguap itu dengan izin Allah.

- 0 comments

Adab Membaca Al-Quran


ANTARA ibadah sunat yang digalakkan dalam bulan Ramadhan, selain sembahyang tarawih, ialah bertadarrus membaca (tilawah) al-Qur'an al-Karim. Seperti ibadah yang lain, tilawah al-Qur'an juga punya peraturan dan adabnya. Pembaca al-Qur'an (qari` / qari`ah) sebaik-baiknya mengetahui dan mematuhi peraturan dan adab membaca kitab suci itu. Perlu diketahui bahawa yang lebih utama (awla) bagi ibadah tilawah al-Qur'an ialah kefahaman terhadap maksud atau tafsiran ayat-ayatnya lalu mengamalkannya. Di samping itu pembacaannya hendaklah mengikut hukum tajwid dan peraturan-peraturan yang tertentu. Allah Taala berfirman, mafhumnya, "Orang-orang yang telah kami datangkan al-Kitab sedangkan mereka membacanya dengan bacaan yang sebenar-benarnya, maka mereka itulah yang beriman kepadanya, dan barangsiapa ingkar terhadapnya maka merekalah orang-orang yang rugi". (al-Baqarah : 121).

Mengikut Ibnu 'Abbas, ayat "membacanya dengan bacaan yang sebenar-benarnya" dalam di atas itu bermaksud: "memepelajarinya dan benar-benar patuh mengamalkannya".

Mengikut Imam al-Ghazali : Bacaan al-Qur'an dengan sebenar-benar bacaan itu ialah adanya persepaduan antara lidah, akal dan hati. Lidah mentashihkan segala hurufnya, akal mentafsirkan segala maknanya dan hati menerima pengajarannya, kesannya, tegahannya dan suruhannya. Tersebut dalam sebuah kitab : Wajib ke atas qari / qariah ikhlas membaca al-Qur'an dengan mengqasadkan semata-mata kerana Allah. Janagan diqasadkan kerana selain-Nya. Dalam kitab lain tersebut : Makruh diambil al-Qur'an sebagai usaha untuk kehidupan (mata pencarian), kerana mengikut satu riwayat, Rasulullah bersabda, mafhumnya, "Barangsiapa membaca Qur'an, maka hendaklah meminta
(balasan) daripada Allah. Bahawa sesungguhnya nanti akan datang satu kaum yang membaca Quran untuk mendapat balasan daripada manusia".

Berikut adalah adab-adab membaca al-Qu'an sebagaimana yang tersebut dalam kitab Mawradul-Zham`aan :

Sebelum membaca al-Qur'an hendaklah membersihkan badan dan mengambil wudhuk. Jika sudah berwudhuk, mulut hendaklah dibersihkan. Rasulullah bersabda, mafhumnya : "Sesungguhnya mulut kamu itu laluan al-Qur'an, maka bersihkanlah ia dengan bersugi". Apabila wudhuk terbatal, segeralah memberhentikan bacaan dan mengambil wudhuk semula. Sunat berpakaian yang elok, bersih dan menutup aurat serta memakai bau-bauan.

Tempat membaca al-qur'an hendaklah suci. Afdhalnya di masjid. Makruh membaca di jalanan atau di tepi jalan, di dalam bilik mandi, di pasar atau tempat perhimpunan orang yang dungu ataupun di tempat yang tak selayaknya dengan kesucian dan kemuliaan al-Qur'an. Hendaklah duduk mengadap kiblat dengan penuh ta'zhim, kepala tertunduk dan tidak di dalam keadaan bersila. Jangan sekali-kali duduk seperti duduk orang yang takabbur.

Sebelum memulakan bacaan, bacalah dulu ta'awwuz. Allah berfirman, maksudnya : "Apabila engkau membaca al-Qur'an, bacalah t'awwuz ( A'uuzu billaahi minal-syaithaanil-rajiim )". Bacaan ta'awwuz ini jika di khalayak boleh dibaca nyaring, tetapi jika tiada khlayak untuk mendengarnya, lebih utama (awla) diperlahankan bacaannya, iaitu seperti membacanya di dalam sembahyang. Kecuali bacaan al-Qur'an tehenti lama, selama mengerjakan satu raka'at sembahynag, bacaan ta'awwuz ini tidak dituntut untuk diulang lagi.

Hendaklah membaca tasmiyah (bismillaahil-Rahmaanil-Rahiim) pada awal tiap-tiap surah kecuali surah al-Tawbah (Baraa`ah). Ketika membaca, qari / qariah hendaklah di dalam keadaan sentiasa mengingati bahawa dirinya diperhatikan oleh Allah_sebagaimana ketika mengerjakan sembahyang juga.

Untuk menghormati atau memuliakan al-Qur'an, jangan teruskan bacaan semasa menguap, kerana menguap itu tabiat syaitan. Selesai menguap dengan sopan, barulah menyambung semula bacaan. Jangan tertawa atau bercakap bercampur-aduk dengan bacaan kecuali kerana satu-satu hajat yang dharurat. Justeru, bacaan sebaik-baiknya di tempat yang terasing agar tidak diganggu atau diajak bercakap oleh orang lain. Bagaiamana pun qari / qari`ah boleh memutuskan bacaannya untuk memberi salam atau untuk menjawab salam.

Sunat memutuskan bacaan untuk tujuan berikut :
1. mengucap "Al-hamdulillaah" selepas bersin,
2. mengucap "Yarhamukallaah" kepada orang yang bersin,
3. menjawab azan,
4. bangun menghormati ketibaan orang alim, orang shalih atau orang yang dimuliakan, tetapi bukan dengan riyak.

Keseluruhan bacaan sebaik-baiknya (afdhal) dengan suara nyaring jika bertujuan untuk didengar, disemak serta dimanfaatkan atau dihayati oleh orang lain, atau pun untuk mengawal konsentrasi diri sendiri terhadap bacaan atau untuk menghilangkan rasa jemu atau mengantuk. Sebaliknya, jika ditakuti menjadi riyak atau akan mengganggu orang yang sedang atau akan bersembahyang atau tidur, tidak digalakkan membaca nyaring, yakni membaca perlahan adalah lebih afdhal. 

Dikatakan sunat juga suara bacaan al-Qur'an itu berselang-seli_sekali perlahan sekali nyaring. Apabila terasa jemu atau mengantuk dengan membaca perlahan, bacalah secara nyaring dan apabila terasa penat, lalu kembali membaca perlahan sebagai istirahat.

Sunat bacaan secara tartil, serentak dengan tadabbur (penelitian) dan tafahhum akan makna ayat-ayatnya. Allah berfirman, mafhumnya, 

"Inilah kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkat agar mereka mentadabburkan makna segala ayatnya dan agar mendapat pelajaran orang-orang yang berfikitan". (QS. 38:29).
Kata Ibnu 'Abbas, "Aku baca surah al-Baqarah dan Ali 'Imran dengan tartil dan aku tadabburkan kedua surah itu . Ini lebih aku suka daripada membaca dengan pantas seluruh al-Quran". Apabila membaca ayat-ayat yang berkenaan, sunat beristighfar, bershalawat, bersyukur, minta berlindung atau berdoa dan sebagainya.

 Berkata 'Auf bin Malik, "Aku bersama dengan Rasulullah yang membaca surah al-Baqarah pada suatu malam. Baginda berhenti berdoa apabila membaca ayat mengenai rahmat dan meminta berlindung dengan Allah apabila membaca ayat mengnai azab".
(HR. Abu Dawud dan al-Nisa`i).

Rasulullah bersabda, mafhumnya, "Barangsiapa membaca surah al-Tiin hingga akhir ayatnya, maka hendak berkata 'Balaa wa ana 'alaa dzaalika minal-syaahidiin' (Bahkan, dan aku daripada mereka yang menjadi saksi atas yang demikian itu); barang siapa membaca surah al-Qiyaamah samapi selesai pada ayat, 'Alaysa dzaalika biqaadirin 'alaa an yuhyiyal-mawtaa', maka hendaklah berkata, 'Balaa' (bahkan); dan barangsiapa membaca surah al-Mursalaat hingga akhir ayatnya, maka hendaklah berkata, 'Aamannaa billaah' (Kami beriman dengan Allah)"- (HR. Abu Dawud dan al-Tirmizi).

Al-Hakim meriwayatkan : Apabila selesai membaca ayat akhir surah al-Mulk, iaitu "Faman ya`tiikum bimaa`in ma'iin" (Maka siapakah yang memberikan kepada kamu air yang mengalir? , hendaklah berkata "Allaahu Rabul-'Aalamiin" (Allah Tuhan seantiru alam) dan apabila selesai membaca surah al-Dhuhaa, hendaklah mengucap takbir. Bacaan-bacaan tambahan tersebut, selain sunat dibaca oleh qari / qari`ah berkenaan, sunat juga dibaca oleh pendengar.

Pada ayat-ayat tertentu yang merupakan kata-kata orang kafir pula disunatkan membacanya dengan perlahan (tidak nyaring).

 Diwayatkan : Ibrahim al-Nakha'i membaca perlahan pada ayat "Wa qaalatil-Yahuudu yadullaahi maghluulah" (Dan berkata orang-orang Yahudi, 'Tangan Allah terbelenggu'
- QS. 5:64) dan "Wa qaalatil-Yhuudu 'Uzayrunibnullaah" (Dan berkata orang-orang Yahudi: ''Uzayr anak Allah' - QS. 9:30) .

Sunat membaca al-Qur'an sambil menangis. Rasulullah s. a. w bersabda, mafhumnya, "Bacalah al-qur'an serta menangis. Jika tidak menangis seberapa boleh menangislah". Kata Ibu 'Abbas, "Apabila kamu baca ayat Sajadah, maka jangan kamu segera sujud sehingga kamu menangis. Jika tidak menangis, hendaklah menangis di dalam hati". Sesungguhnya yang mendorongkan tangisan itu ialah menjadikan hati dukacita". Daripada dukacita itulah tercetusnya tangisan. Rasulullah bersabda, mafhumnya, "Bahawa al-qur'an itu diturunkan dengan dukacita, maka apabila kamu membacanya, hendaklah dengan hati yang dukacita". Timbulnya dukacita itu ialah dengan mengingati dan mengamati perbuatan yang dimurkai Allah serta mengingati kecuaian mentaati perintah dan tegahan-Nya, lalu tercetuslah tangisan. Diriwayatkan, bahawa menangis ketika membaca al-Qur'an itu ialah sifat orang-rang shalihin dan 'arifin.

Sunat memelihara hak ayat-ayat yang dibaca, iaitu hendaklah melakukan sujud al-Tilawah (sudut Sajadah) apabila membaca ayat-ayat Sajadah. Terdapat 14 tempat (ayat Sajadah) di dalam al-Qur'an : masing-maasing satu ayat dalam surah al-A'raaf, al-Ra'd, al-Nahl, al-Israa`, Maryam, dua dalam surah al-Hajj, masing-masing satu ayat dalam surah al-Furqaan, al-Naml, Alif-laam-mimm al-Sajadah, Haa-miim al-Sajadah, al-Najm, al-Insyiqaaq dan al-Qalam. Selain itu, ayat Sajadah dalam surah Shaad disunatkan melakukan sujud Syukur. Rasulullah bersabda, mafhumnya, "Nabi Dawud Sujud kerana taubat dan kami sujud kerana syukur" - (HR. al-Nasa`ii).

Dalam setiap sujud Syukur dan Tilawah itu disunatkan membaca doa yang tertentu. Syarat-syaratnya pula sama dengan syarat-syarat mendirikan sembahyang, iaitu berwudhu', menutup aurat, mengadap kiblat dan tempat, pakaian serta tubuh badan yang suci. Apabila selesai bacaan, disunatkan mentashdiqkan Allah dan naik saksi tentang tabligh Rasul-Nya, iaitu : Shadaqallaahul-'Azhiim wa ballagha Rasuuluhul-kariim wa nahnu 'alaa dzaalika minal-Syaahidiin. Kemudian disunatkan pula berdoa : Allaahummaj'alnaa min syuhadaa`il-haqqil-qaa`iminna bil-qisth. Kemudian ditambah dengan mana-mana doa pilihan yang lain. Akhirnya, apabila khatam bacaan, bacalah doa Khatam al-Qur'an. Demikianlah adab-adab membaca al-Qur'an al-Karim. Dengan mengamalkannya, mudah-mudahan akan mendapat berkat dan keridhaan Allah, insya Allah.

Wallahu a'lam.

Powered By Blogger